Senin, 08 April 2013

Kerukunan umat beragama mulai tidak harmonis



Kebebasan beragama dipandang menjadi hak asasi individu yang harus di junjung tinggi dan tak perlu di intervensi. Semula lima agama dan sekarang bertambah menjadi enam agama yang diakui oleh pemerintah. Tak ada paksaan untuk setiap orang harus menganut agama yang mana. Tak ada pula istilah mayoritas maupun minoritas semua hidup bersama dalam keberagaman, berdampingan walau dalam perbedaan.
Menjadi suatu kebanggaan hidup di sebuah negeri yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dengan basis kerukunan. Tak ada penindasan untuk agama minoritas dari agama mayoritas, tak ada pula upaya meruntuhkan mayoritas dari mereka yang berada dalam golongan minoritas. Kerukunan pada nyatanya mampu menciptakan sebuah kehidupan yang harmonis. Kerukunan antar umat beragama yang pada akhirnya mampu memberikan citra positif bagi Indonesia di mata dunia internasional. Kekaguman mata dunia tersebut bukan lantaran pemimpin negeri ini yang menciptakan image demokrasi semacam ini, melainkan masyarakat yang menciptakannya sendiri dengan adanya kerukunan yang terjalin, mengesampingkan egoisme untuk saling berebut eksistensi menujukkan kekuatan agamanya masing-masing.
Membangun Kerukunan Antar Umat Beragama..?

Persoalan kerukunan, harmoni, kebersamaan dan atau lainnya serupa itu, semakin menarik dibicarakan banyak orang. Orang semakin membutuhkan suasana rukun dan damai, tidak terkecuali antar ummat beragama. Mungkin sudah semakin disadari, bahwa sifat egois, merasa benar sendiri, mengganggu perasaan atau menyinggung hati orang lain dan akhirnya mengakibatkan tidak rukun dan bahkan konflik, mulai dianggap tidak pantas dan harus ditinggalkan.

Selain itu juga, bahwa kerukunan dan hidup harmonis antar sesama yang berbeda-beda itu adalah hal yang baik, penting, dan harus diwujudkan bersama. Namun persoalannya, ternyata melaksanakannya tidak mudah. Orang yang mengajak rukun pun ternyata juga belum tentu berhasil membangun kerukunan. Ajaran agama apapun kiranya mengajak umatnya untuk membina kedamaian, saling kasih sayang, dan tolong menolong. Namun pada kenyataannya, tidak jarang agama justru menjadi pemisah di antara pemeluk yang berbeda. Akhirnya, agama seolah-olah menjadi pagar pembatas berkomunikasi.

Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya bersama untuk mencari cara terbaik membangun kerukunan itu. Perintah yang bersumber dari ajaran agama pun juga jelas, bahwa hendaknya siapapun meninggalkan hal yang menjadikan saling bercerai berai. Akan tetapi perintah atau peringatan itu, sepertinya terabaikan. Berbagai pranata sosial telah tersedia, tetapi kerukunan masih saja terganggu. Dalam kontek Indonesia, telah dirumuskan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, Bahasa Kesatuan Bahasa Indonesia, dan lain-lain, namun pada kenyataannya disharmoni masih saja terjadi.

Selama ini di antara orang yang berbeda agama, aliran, sekte atau apalagi, seolah-olah terpisah dan tidak saling menyapa secara bebas dan terbuka. Akibatnya di antara mereka tidak saling mengetahui dan memahami. Mungkin saling menjaga jarak itu dilakukan, agar tidak mengganggu. Akan tetapi sebenarnya juga terdapat kekurangannya, yaitu menjadi saling tidak mengerti.

Hubungan di antara orang-orang yang saling tidak mengerti dan tidak memahami akan melahirkan saling tidak menghargai. Demikian pula selanjutnya, orang yang tidak saling menghargai maka akan sama-sama terganggu. Maka yang terjadi selanjutnya adalah salah paham, dan akibatnya terjadi rawan konflik yang seharusnya selalu dihindari.

Oleh karena itu, yang diperlukan adalah saling mengenal, agar terjadi saling memahami. Suasana seperti itu akan melahirkan saling menghargai, dan selanjutnya akan terjadi saling menyayangi dan berakhir akan terjadi saling tolong menolong.

Kerukunan yang sejati tidak selalu membutuhkan peraturan atau undang-undang. Kerukunan bukan selalu dimulai dan didasarkan atas kejelasan logika atau pikiran rasional, melainkan bersumber dari rasa, yang tempatnya adalah di hati yang paling dalam. Orang tidak akan menjadi rukun karena ada undang-undang atau peraturan. Orang menjadi rukum karena disatukan oleh hati, yaitu saling memahami, menghargai, dan saling menyayangi

0 komentar:

Posting Komentar