Penyebab
Tawuran Setidaknya terdapat dua faktor penyebab tawuran.Pertama, faktor
internal Penyebab tawuran yang bersifat internal bisa perseorangan yangtidak
bisa menyesuaikan diri dilingkungannya, tapi bisa jugasatu keluarga yang tidak
bisa adaptatif dilingkungannya.Kasus tawuran antar warga, ada yang disebabkan
pribadi dalamkeluarga. Suami isteri, tidak bahagia suka konflik menyebabkan anak-anaknya kehilangan jati diri dan menjadi
bengal (bandel) yaitu tidak mengindahkan nasihat orang tua, keras kepala, dan suka
melawan orang tua. Itu terjadi karena orang tua tidak dapatmenjadi contoh
teladan dalam hidup berumah tangga.Akibatnya, anak-anak suka membuat gara-gara
dirumah, ditetangga dan lingkungannya.
Kelompok-kelompok masyarakat yang terlibat tawuran
massal, biasanya terjadi di kalangan pelajar, antar anggota genk atau kelompok preman, antar
kelompok etnis masyarakat, dan antar masyarakat kampung (wilayah pemukiman),
seperti yang terjadi dalam tawuran antar warga di Cilincing, Johar Baru,
disekitar Pasar Rumput, serta antar warga di Badung - Bali.
Hampir semua pemicu tawuran massal, adalah
masalah-masalah sepele. Sebagian besar peristiwa tawuran massal, berawal dari
adanya perasaan tersinggung (tidak terima) sekelompok warga karena diejek oleh
anggota kelompok warga lainnya : saat berpapasan di jalan, saat menonton atau
sedang bertanding sepak bola, dll.
Sedangkan penyebab aksi tawuran antar warga lainnya,
berhubungan dengan masalah ekonomi (masalah utang-piutang, perebutan
pengelolaan lahan perparkiran, perebutan tempat untuk lokasi berjualan,
perebutan kawasan mengompas, dll.) serta adanya permasalahan pribadi yang
kemudian berkembang menjadi masalah komunal.
Adanya upaya untuk mencegah terjadinya aksi tawuran
antar warga sendiri, bukanlah suatu perkara mudah. Inti dari persoalan yang
memicu terjadinya tawuran, tidak lagi jelas. Sejumlah pihak bahkan mengatakan,
akar permasalahannya sudah ada sejak lama, bagaikan rasa dendam yang tidak
pernah usai. Sedikit saja ada gesekan, peristiwa tawuran antar warga bisa
langsung pecah (sulit dicegah).
Meskipun masih disekitaran wilayah yang sama, namun
lokasi tawuran tidak hanya di titik-titik lokasi tertentu saja, serta tidak
mengenal batasan waktu dan lokasi favorit. Contohnya, aksi tawuran antar warga
di daerah Johar Baru, yang bisa terjadi pada pagi hari atau malam hari.
Bahkan, keberadaan ratusan aparat kepolisian
bersenjata lengkap yang berjaga-jaga di seputar lokasi tawuran di Pasar Rumput,
tidak menyurutkan “niatan” warga untuk tetap tawuran, bahkan tawuran masih
berlanjut keesokkan harinya.
Dalam rangka mengantisipasi dan mengurangi aksi
tawuran antar warga di Johar Baru, pihak Pemda DKI Jakarta memasang sejumlah
perangkat CCTV di sejumlah lokasi strategis. Pemasangan sejumlah “kamera
pengintai” tersebut dimaksudkan untuk mempercepat kedatangan pihak aparat
keamanan di lokasi, pada saat tawuran akan terjadi atau baru saja terjadi.
Selain itu, hasil rekaman gambar yang diperoleh dari
“kamera pengintai”, akan dipergunakan untuk membantu aparat kepolisian dalam
mengidentifikasi, menindak, dan mengamankan para provokator serta para pelaku
aksi tawuran.
Keputusan untuk memasang “kamera pengintai” diambil
karena nampaknya, Pemda DKI, para tokoh masyarakat setempat, serta aparat kepolisian,
masih belum menemukan formulasi yang tepat, untuk mencegah terulangnya kembali
aksi tawuran antar warga.
Padahal, aksi tawuran antar warga bisa dicegah agar
tidak terulang kembali, apabila warga diberikan ruang untuk berekspresi dan
berkreasi.
Apabila pihak Pemda DKI Jakarta mau memfasilitasi
adanya suatu wadah kegiatan bagi warga untuk bisa menyalurkan segenap bakat,
kemampuan, serta minat warga pada suatu bidang usaha maupun ketrampilan
tertentu, kiranya akan mendorong warga untuk tidak lagi berkeliaran atau “nongkrong” di pinggir jalan.
Berdasarkan hasil penyelidikan aparat kepolisian, aksi
tawuran di sejumlah lokasi di Jakarta, sengaja diciptakan oleh para bandar
serta pengedar narkoba yang “beroperasi” atau tinggal di seputar lokasi
tawuran, untuk menghindar dari kejaran polisi yang akan menangkap mereka. Saat
tawuran terjadi, mereka langsung melarikan diri.
Rata-rata para pelaku aksi tawuran berasal dari
keluarga miskin. Kemiskinan membuat mereka tidak memiliki kemampuan keuangan
memadai untuk memiliki modal membuka usaha atau melanjutkan sekolah mereka ke
jenjang yang lebih tinggi.
Keterlibatan sejumlah warga dalam perdagangan narkoba,
ditengarai sebagai upaya masyarakat agar bisa bertahan hidup, dengan
memperdagangkannya atau menjadi kurir dari para bandar.
Sebaik apapun upaya mediasi dilakukan, tidak akan
membawa banyak manfaat apabila pemerintah tidak berupaya semaksimal mungkin
agar warga dapat terlibat dalam berbagai kegiatan positif dan produktif, dengan
memfasilitasi kebutuhan warga sehingga mereka dapat meningkatkan kapasitas
serta kualitas hidup mereka.
Tawuran seharusnya tidak menjadi fenomena atau
dinamika dalam kehidupan masyarakat di ibukota, apabila Pemda DKI Jakarta jeli
dalam menyikapi adanya masalah sosial besar yang menjadi latar belakang
penyebab terjadinya serangkaian aksi tawuran antar warga.
Masalah sosial mengemuka, karena rendahnya tingkat
kesejahteraan anggota masyarakat kota, yang kerap melakukan aksi tawuran. Oleh
sebab itu, Pemda DKI Jakarta harus memberdayakan warganya, dengan menghadirkan
wadah-wadah kegiatan yang bisa dipergunakan warga untuk berekspresi dan
berkreasi. Bagaimanapun, tawuran hanya akan menimbulkan banyak kerugian, bukan
manfaat.
Apabila kehidupan warga dapat lebih diberdayakan,
kecil kemungkinan bagi warga untuk tidak hidup tertib, karena kualitas
lingkungan serta kehidupan mereka, sudah jauh lebih baik.
Warga miskin kota adalah bagian dari kehidupan
masyarakat kota. Keberadaan mereka tidak akan menimbulkan polemik
berkepanjangan, apabila pemerintah dapat menghadirkan ruang berkegiatan bagi
mereka, sehingga mereka dapat melepaskan diri dari tekanan hidup, terutama
lagi, menutup peluang adanya pola pemikiran serta perilaku yang destruktif,
anarkis, dan tidak bersahabat dengan lingkungan disekitarnya.
Upaya pencegahan harus diikuti dengan adanya keinginan
pemerintah untuk membangun warganya agar dapat hidup lebih bermartabat, tidak
lagi liar dan mudah tersinggung. Jika arah kehidupan dirasakan lebih jelas
serta terarah, niscaya, keinginan untuk tawuran akan hilang dengan
sendirinya.
0 komentar:
Posting Komentar